Oleh: Michael Waroy, Peneliti-SOMASI NTB

Isu energi, khususnya transisi menuju energi terbarukan, memegang peranan krusial dalam pembangunan berkelanjutan. Di Nusa Tenggara Barat (NTB), potensi sumber daya alam untuk energi terbarukan sangat besar, namun pemanfaatannya masih menghadapi berbagai tantangan. Memahami peluang dan hambatan dalam transisi ini menjadi esensial untuk mewujudkan kemandirian energi dan pembangunan yang adil. Baru-baru ini, sebuah studi komprehensif dari IESR Indonesia, yang kami akses melalui channel youtube-nya, memberikan wawasan mendalam mengenai potensi dan tantangan transisi energi terbarukan di pulau-pulau Indonesia. Wawasan ini sangat relevan untuk konteks NTB, yang memiliki karakteristik geografis dan sosial ekonomi unik yang dapat mengambil banyak manfaat dari percepatan adopsi energi bersih. Artikel ini akan mengulas temuan utama studi tersebut dan menganalisis implikasinya bagi NTB, khususnya dari perspektif sosiologis dan tantangan implementasi di lapangan.

POTENSI ENERGI BARU TERBARUKAN DI NTB SEBAGAI WILAYAH KEPULAUAN

Studi IESR Indonesia menyoroti pentingnya pendekatan “spesifik pulau” dalam mengoptimalkan alokasi sumber daya untuk pengembangan energi terbarukan, sebuah strategi yang tidak mungkin dilakukan dengan pendekatan terpusat. Temuan utama menunjukkan bahwa pulau-pulau vulkanik seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara memiliki potensi panas bumi yang signifikan. Sementara itu, pulau-pulau berbukit seperti Sumatra dan Kalimantan ideal untuk pengembangan tenaga air skala kecil. Khususnya, pulau-pulau seperti Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku sangat cocok untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya skala besar.

Studi kasus di Sulawesi, Sumbawa, dan Timor menunjukkan bahwa transisi 100% energi terbarukan secara teknis layak dan menguntungkan secara finansial. Sumbawa, misalnya, menunjukkan bahwa elektrifikasi 100% dengan energi terbarukan dapat menyediakan energi yang aman dan terjangkau sambil mengurangi emisi karbon, menjadikannya model bagi negara-negara berkembang pulau kecil. Untuk pulau-pulau kecil seperti Bangka, Sumba, dan Alor, model mikrogrid mandiri dengan 100% energi terbarukan adalah pilihan yang paling hemat biaya. Kombinasi tenaga surya, angin, dan penyimpanan baterai dengan generator cadangan biomassa dapat memberikan keandalan 99,9% dengan biaya yang kompetitif dibandingkan dengan ketergantungan pada pembangkit listrik tenaga diesel. Meskipun video tidak secara spesifik merinci potensi surya dan angin di pulau-pulau kecil di sekitar Lombok dan Sumbawa, temuan ini sangat relevan mengingat NTB merupakan bagian dari Nusa Tenggara yang memiliki potensi surya yang besar dan Sumbawa sebagai contoh keberhasilan transisi energi.

PERSPEKTIF SOSIOLOGIS: MENGUBAH MASYARAKAT MELALUI ENERGI BERSIH

Transisi energi terbarukan di NTB memiliki potensi besar untuk mempengaruhi struktur sosial, mata pencarian, dan kualitas hidup masyarakat. Dari perspektif sosiologis, pengembangan energi terbarukan skala komunitas dapat menjadi katalisator pemberdayaan masyarakat. Ketika masyarakat lokal terlibat aktif dalam perencanaan, implementasi, dan pengelolaan proyek energi terbarukan, mereka tidak hanya menjadi penerima manfaat tetapi juga pemilik dan pengelola.

Ini dapat meningkatkan rasa kepemilikan, memperkuat kohesi sosial, dan menciptakan peluang ekonomi baru di tingkat lokal. Misalnya, pelatihan keterampilan untuk instalasi dan pemeliharaan panel surya atau turbin angin mini dapat menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi ketergantungan pada sektor-sektor tradisional yang mungkin rentan terhadap perubahan iklim. Selain itu, akses energi yang lebih stabil dan terjangkau dapat meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan, mendukung pendidikan, kesehatan, dan kegiatan ekonomi lainnya, yang pada akhirnya mendorong perubahan sosial yang positif dan terarah pada pembangunan komunitas.

TANTANGAN DAN PELUANG: MENYIAPKAN NTB MENUJU KEMANDIRIAN ENERGI

NTB, meskipun memiliki potensi besar, juga akan menghadapi tantangan spesifik dalam mengadopsi energi terbarukan. Tantangan ini meliputi:

  • Infrastruktur: Ketersediaan infrastruktur jaringan yang memadai untuk mengintegrasikan energi terbarukan, terutama di pulau-pulau terpencil.
  • Investasi: Kebutuhan akan investasi awal yang besar untuk pengembangan proyek energi terbarukan, serta mekanisme pembiayaan yang inovatif.
  • Regulasi: Pembentukan kerangka regulasi yang jelas, konsisten, dan mendukung untuk menarik investasi dan memfasilitasi implementasi proyek.
  • Kapasitas Sumber Daya Manusia: Ketersediaan tenaga ahli dan teknisi yang terampil dalam teknologi energi terbarukan.

Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat peluang besar:

  • Pariwisata Hijau: Pengembangan energi terbarukan dapat mendukung visi NTB sebagai destinasi pariwisata hijau, menarik wisatawan yang peduli lingkungan.
  • Penciptaan Lapangan Kerja Baru: Transisi energi diproyeksikan menciptakan jutaan lapangan kerja. Di Indonesia, ini bisa berarti 3 hingga 5 juta pekerjaan hijau baru dalam beberapa dekade mendatang. Sebuah studi tahun 2021 menunjukkan bahwa transisi energi terbarukan 100% pada tahun 2050 dapat menciptakan sekitar 3,6 juta pekerjaan hijau.
  • Kemandirian Energi: Kemandirian energi akan menghemat devisa yang saat ini dihabiskan untuk impor bahan bakar fosil (15-20 miliar dolar setiap tahun), yang dapat dialokasikan kembali untuk infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pembangunan ekonomi regional, terutama di daerah terpencil.
  • Akses Energi yang Merata dan Terjangkau: Sistem energi terbarukan yang terdistribusi dapat mengurangi kesenjangan regional dengan menyediakan akses listrik yang andal ke daerah terpencil tanpa ketergantungan pada pasokan bahan bakar yang mahal dan sulit dijangkau.

KOLABORASI MULTIPIHAK UNTUK MASA DEPAN ENERGI NTB

Mewujudkan NTB sebagai pulau mandiri energi dan berkelanjutan adalah sebuah keniscayaan. Hal ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang perubahan sosial, pemberdayaan masyarakat, dan tata kelola yang baik. Kolaborasi dan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan – pemerintah daerah, masyarakat sipil, sektor swasta, komunitas lokal, dan perguruan tinggi – adalah kunci utama. Dengan sinergi yang kuat, kita dapat mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang untuk menciptakan masa depan energi yang lebih cerah dan adil bagi seluruh masyarakat NTB.

Untuk itu, diperlukan langkah konkret dari berbagai pihak sehingga mencapai kemandirian energi yang adil dan berkelanjutan, sebagai berikut:

  • Pemerintah Daerah:
    • Mengembangkan Rencana Aksi Daerah (RAD) energi terbarukan yang komprehensif, dengan target yang jelas dan mekanisme pemantauan.
    • Menciptakan insentif fiskal dan non-fiskal untuk menarik investasi di sektor energi terbarukan.
    • Mengalokasikan anggaran untuk penelitian dan pengembangan teknologi energi terbarukan yang sesuai dengan konteks lokal.
  • Masyarakat Sipil:
    • Melakukan advokasi kebijakan yang mendukung transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
    • Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat energi terbarukan dan pentingnya partisipasi publik.
    • Membangun kapasitas komunitas untuk mengelola proyek energi terbarukan skala kecil.
  • Sektor Swasta:
    • Berinvestasi dalam proyek energi terbarukan, termasuk di daerah terpencil.
    • Mengembangkan teknologi dan solusi inovatif yang sesuai dengan kebutuhan NTB.
    • Berpartisipasi dalam kemitraan publik-swasta untuk mempercepat transisi energi.
  • Komunitas Lokal:
    • Berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan proyek energi terbarukan, mulai dari perencanaan hingga pengelolaan.
    • Membentuk koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk mengelola aset energi terbarukan.
    • Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang teknologi energi terbarukan.
  • Perguruan Tinggi/Universitas:
    • Mengembangkan kurikulum dan program studi yang relevan dengan energi terbarukan untuk menghasilkan tenaga ahli.
    • Melakukan penelitian dan pengembangan inovasi teknologi energi terbarukan yang sesuai dengan kondisi lokal NTB.
    • Menyediakan layanan konsultasi dan pendampingan teknis bagi pemerintah daerah, masyarakat, dan sektor swasta dalam proyek energi terbarukan.
    • Membangun pusat studi atau riset energi terbarukan yang menjadi rujukan di tingkat regional dan nasional.
    • Mendorong program pengabdian masyarakat yang berfokus pada implementasi energi terbarukan di komunitas.